”Mau kah kau menikah denganku?” ucap Yuda
setelah cukup lama memberanikan diri setelah lama mereka berada di sebuah
restaurant yang sengaja Yuda pesan kusus untuk pertemuan mereka hari ini.
“Tidakkah ini terlalu mendadak?” jawab Mawar
dengan sebuah pertanyaan, yang tak menyangka hari inilah Yuda akan
mengatakannya.
“Aku sudah lama
mempersiapkannya, kalau kau masih ingat hari ketika Nenek melamarmu dulu
tepatnya tiga tahun lalu.” Ucap Yuda lesu mendengar balasan Mawar.
“Aku tidak
bermaksud menolakmu, Maksudku hanya aku ingin kau memberiku sedikit waktu lagi?”
tawar Mawar yang melihat Yuda begitu terluka atas jawaban yang diberikannya.
“Mengapa, apa
yang memebuatmu ragu?” balas Yuda.
“Aku...” ucap
Mawar mencoba menjelaskan tapi tak ada kata yang tepat untuk mewakili
perasaannya, yang dilakukannya kini hanyalah menggenggam kedua tangan Yuda agar
tak terlalu menyakiti perasaannya lagi.“Aku tak yakin apa yang akan terjadi
nantinya jika kita bersama, bahkan aku tak tahu harus bagaimana menghadapimu
kelak” lanjut Mawar dalam hati.
“Satu minggu? dan
aku hanya menerima satu jawaban.” Ucap Yuda yang menyadari bahwa sebenarnya
Mawar ingin bersama dengannya, tapi sepertinya memang benar Mawar belum dapat
melupakan kejadian di masa lalu mereka yang sangat rumit.
“Lalu untuk apa
bertanya, kalau begitu.” Balas Mawar sambil melepaskan kedua tangannya.
“Aku hanya ingin
kau yakin dengan jawabanmu itu.” Ucap Yuda kembali menggenggam kedua tangan
Mawar untuk semakin meyakinkan Mawar bahwa ucapannya sangat tulus.
“Baiklah masalah itu biar kita hadapi minggu
depan, sekarang bisakah aku meminta sesuatu padamu yang lain? Sesuatu hal yang
tak terlalu sulit.”ucap Yuda setelah cukup lama mereka terdiam dengan pikiran
mereka masing-masing.
“Tergantung apa itu, mungkin kali ini aku bisa melakukannya”
ucap Mawar.
“Kali ini tidak sulit, yang ku inginkan hanya
melihatmu tertawa, setidaknya cukup sebuah senyuman bahwa kau sangat bahagia”
ucap Yuda lanjutnya.
“Entahlah aku sudah terbiasa menjadi seperti
ini” ucap Mawar begitu mendengar permintaan Yuda yang tak biasa.
“Aku sangat berharap melihatmu menunjukan
ekspresi lainnya, eksperesi bahagia, bahagia karena kini kau bersamaku”. Ucap
Yuda.
“Memangnya sekarang aku terlihat bagaimana?” tanya
Mawar.
“Kau terlihat begitu hati-hati terhadapku,
kau seperti belum sepenuhnya melupakanlah semua masa lalu kita.” Ucap Yuda.
“Kau benar, karena aku yakin kau tak akan pernah
berkata seperti ini begitu tahu kenyataannya” pikir Mawar yang tak pernah bisa
ia ucapkan dengan lantang dengan mulutnya sendiri.
“Begini saja aku akan melakukan apapun, agar
aku bisa melihat mu tersenyum.” Tantang Yuda.
“Apapun?” Tanya Mawar
“Ya apapun.” Ucap Yuda yakin.
“Janji?” ucap Mawar meragukan.
“Kalau kebulan saja aku sanggup membawamu,
menggapa tidak.” Ucap Yuda melantur.
“Apakah kau bahkan akan menepati janjimu, jika
aku mengatakan bahwa kau akan berjanji untuk memaafkan apapun kesalahan ku.” Ucap
Mawar keras dihatinya.
“Aku sangat ingin melihatmu tersenyum.” Ucap
Yuda memelas ketika melihat keterdiaman Mawar.
“Kau berjanji akan menanam seribu tangkai
bunga mawar untukku?” ucap Mawar yang asal bicara berbanding terbalik dengan
apa yang dipikirkannya.
“Seribu?” ucap Yuda yang sepertinya kurang
jelas mendengar permintaan Mawar.
“Berwarna putih dan kau sendiri yang
menanamnya.” Penjelasan Mawar yang begitu lengkap agar Yuda tak akan mungkin ataupun
mudah untuk dilakukan.
“Kau ingin berpisah dariku ya.” Ucap Yuda jawaban
diluar dugaan.
“Apa maksudmu?” Mawar tak mengerti respon
Yuda, apakah permintaannya begitu tidak masuk akal untuk dilakukan sehingga
membuatnya menyerah terhadap hubungan mereka.
“Arti dari bunga Mawar putih.” Ucap Yuda
dengan nada yang sendu.
“Bunga yang melambangkan perasaan yang tulus kepada
seseorang.” Ucap Mawar merespon apa yang telah diketahuinya sebagai seorang
florist.
“Dan juga bunga yang melambangkan sebuah
perpisahan” jelas Yuda yang menjelaskan arti bunga mawar lainnya yang terlambat
ia ketahui, bahkan dulu ia pun pernah memberikan bunga itu dan membuat
hubungannya berakhir dihari ia memberikan bunga itu.
“Ya walaupun juga berarti seperti itu.” Ucap
Mawar tak terlalu tertarik dengan arti lain dari bunga Mawar.
“Aku tak ingin memberimu bunga itu, karena
aku tak ingin kau pergi seperti Sovie.” Ucap Yuda sambil menunduk.
“Sovie?” ucap Mawar tiba-tiba tertarik dengan
sesuatu.
“Mantan gebetanku.”
“Mantan?” ucap Mawar yang tanpa sengaja
terdengar lebih tinggi dari nada yang biasa ia ucapkan.
“Mantan.” Ucap Yuda yang kaget mendengar
suara Mawar yang tak biasa, dan kini ia malah tersenyum dengan lebar.
“Kau tertawa, kau bahkan begitu bahagia hanya
menyebut namanya.”ucap Mawar yang tak seperti dirinya yang biasa.
“Aku senang sepertinya tak harus menunggu
waktu seminggu lagi.” Ucap Yuda setelah menggontrol diri dari kesenangan
yang kini hinggap di dalam hatinya.
“Apa maksudmu?” ucap Mawar.
“Sebaiknya kita pergi kerumah Nenek.”ucap
Yuda sambil menarik tangan Mawar.
“Dan untuk apa
kita kesana.” Ucap Mawar yang semakin tak mengerti keinginan Yuda.
“Tentu saja
untuk menentukan tanggal pernikahan kita.” Ucap Yuda dengan ceria.
“Sebentar, aku
merasa meminta waktu seminggu untuk menjawab lamaranmu tadi.” Ucap Mawar sambil
menarik kembali tangannya.
“Ya aku tahu,
tak ada salahnya kan kita mengunjungi Nenek, sudah lama kita tak mampir
kesana.” Ucap Yuda tenang padahal dalam hati Yuda sudah tak sabar memberitahukan
kabar yang menggembirakan itu, hari ini adalah hari paling bersejarah dalam hidupnya
seorang Mawar bisa terlihat cemburu kepadanya hanya karena ia mengungkit kembali
sang mantan bahkan hanya dari namanya saja.
“Haruskah
sekarang? Bahkan kita belum sedikitpun memakan makanan didepan kita.” ucap
Mawar sambil menunjukkan semua makanan yang terdapat dimeja mereka.
“Kita bungkus
dan memesan yang lainnya untuk Nenek, bukankah kau sudah berjanji pada Nenek
untuk sering-sering berkunjung.” Ucap Yuda yang membuat Mawar akhirnya pasrah
mengikuti Yuda untuk mengunjungi Nenek.
Kedatangan Yuda
dan Mawar begitu disambut oleh Nenek dengan sangat suka cita, Nenek langsung
menelepon Kakek untuk segera pulang agar mereka dapat berkumpul untuk makan
malam, Tentu saja disetujui oleh Kakek yang langsung pulang tiga puluh menit
setelah panggilan telepon Nenek.
“Nenek sangat
senang jika kita sering-sering seperti ini.” Ucap Nenek setelah selesai
memanaskan dan kini menatanya di meja makan.
“Maaf Nek, kemarin-kemarin
Yuda sibuk dengan kasus yang diberikan oleh komandan.” Ucap Yuda sambil
membantu Nenek membawa peralatan makan.
“Memangnya yang
bekerja ditempat sebesar itu hanya kau, bahkan kau tak pernah mengunjungi kami
hampir satu tahun.” Ucap Nenek yang terlihat begitu marah dengan alasan cucunya,
yang kini mendudukan dirinya pada kursi terdekat.
“Tugas kami
berbeda-beda Nek.” Ucap Yuda mencoba keluar dari amukan Nenek ikut mendudukan diri
disamping Mawar yang sudah duduk dalam diamnya.
“Kakek datang.”
Ucap Kakek yang baru saja tiba bertepatan dengan Nenek yang akan memulai pidato
penting berkumpul bersama keluarga, sambil duduk disebelah Nenek setelah
mengecup Nenek penuh kasih sayang.
“Dengar Kek
alasan tak masuk akal cucumu itu.” Ucap Nenek mengadu.
“Mungkin itulah
yang terjadi, tempat itu bahkan bukan milik kita pribadi.” Ucap kakek yang
malah membela cucunya yang membuat Yuda terharu.
“Mengapa tidak
kau keluar saja jadi pekerjaan itu, bukankah sekarang orang itu bahkan sudah
mati.” Ucap Nenek.
“Nek.” Ucap Kakek
dan Yuda berbarengan sambil melirik pada Mawar yang semakin menunduk.
“Bukan
maksudku, maaf.” Ucap Nenek yang langsung mengerti bahwa ia telah mengucapkan
suatu hal yang salah, kata-kata yang mungkin akan membuat cucunya melajang
seumur hidupnya.
“Aku tak apa,
Anda tak perlu merasa bersalah sama sekali.” Ucap Mawar setelah beberapa saat
menyadari bahwa semua orang yang berada dimeja ini menunggu respon darinya.
“Kau yakin, kau
tak akan berubah pikiran untuk menikah dengan cucuku kan?” ucap Nenek yang kini
terlihat semakin khawatir.
“Memangnya Yuda
sudah cukup berani, untuk melamar sendiri?” ucap Kakek yang tiba-tiba menyela,
mengingat respon cucunya yang cukup lucu ketika dahulu istrinya melamarkan
Mawar untuknya.
“Tadi sebelum
kemari, dan Yuda kemari bermaksud untuk meminta restu pada Nenek dan Kakek.”
Ucap Yuda meskipun cukup tersinggung dengar perkataan Kakek, tapi kebahagian
karena Mawar akan segera menjadi miliknya membuatnya melupakan segalanya.
“Bukankah aku
berkata aku meminta waktu seminggu.” Ucap Mawar yang tak ingat telah menyetujui
lamaran Yuda.
“Nek jika
seseorang tak rela bahkan cukup marah bahkan karena hanya mengatakan mantan
gebetannya, apakah seseorang itu akan menolak lamaran yang diajukan oleh
pasanganya?” ucap Yuda yang malah bertanya pada Nenek.
“Kalau menurut
Nenek orang itu sangat keberatan bahwa pasangannya melirik orang lain selain dirinya.”
Balas Nenek.
“Dan sebaiknya
apa yang harus mereka lakukan?” tambah Yuda.
“Meresmikan
hubungan mereka secepatnya, agar segera mungkin pasangannya tak pernah mungkin
macam-macam.” Ucap Kakek yang menjawab.
“Jadi Yuda
kemari dengan tujuan itu Kek.” Ucap Yuda bangga dengan pemikiran Nenek dan
Kakek yang persis sama dengan pemikirannya.
“Yud aku hanya
mengatakan minggu depan.” ucap Mawar yang kini tak sengaja mengeluarkan
pendapatnya cukup keras.
“Baiklah kami
akan mencoba yang terbaik untuk menyiapkan persiapan pernikahan kalian dalam
satu minggu, apakah Kakek bisa mengurunya?” ucapan Nenek yang kini malah semakin
bahagia bahwa calon pasangan sang cucu sepertinya ingin secepat mungkin
bersama.
“Apakah hal itu
mungkin Nek?” respon Yuda malah terlihat bahagia mendengar rencana sang Nenek
yang salah mengartikan ucap Mawar.
“Tak ada yang
tak mungkin bagi Kakek.” Ucap sang Nenek yang tiba-tiba sangat membanggakan
suaminya.
“Kita akan
cukup sibuk dalam seminggu ini.” Balasan Kakek menyetujui rencana istrinya.
Keputusan yang terjadi dimeja makan membuat
Mawar kini hanya bisa terdiam dan hanya menyetujui bahkan menerima segala hal
yang direncanakan oleh keluarga Yuda. Yang dilakukannya hanya bisa menelan apa
yang tersaji dimeja makan tanpa banyak ikut campur dalam rencana pernikahannya
sendiri yang akan terlaksana minggu depan.
Mawar memerlukan waktu sendiri untuk memikirkan
apa yang akan terjadi kedepannya, akan tetapi Yuda tak mengijinkannya pulang
terlebih dahulu tanpa ia yang mengantarkan. Akhirnya Mawar meminta ijin ke
kamar mandi sebagai alasan yang paling diterima oleh Yuda agar Mawar bisa
terbebas sejenak dari obrolan tentang pernikahannya setelah satu jam penuh
mereka merencanakan apa yang yang dibutuhkan dalam pernikahan mereka.
“Aku tahu apa yang membuatmu sedikit ragu
dengan lamaran Yuda” ucap Kakek yang kini berada dibelakang Mawar.
“Tak ada yang bisa disembunyikan dari anda”
yang tak kaget Kakek Yuda memergokinya berada diruang ini.
“Sudahku bilang pangil aku kakek.”
“Haruskah?”
“Dasar anak nakal, lihatlah bahkan dia berbaring
disana seperti orang mati tak cukupkah itu bagimu.” Ucap Kakek menujukkan Arman
yang terbaring seolah-olah tidur nyenyak.
“Sebenarnya aku tak begitu yakin.”
“Benarkah? Bisakah kau menceritakan apa yang
menganggumu?”
“Seharusnya anda bisa menebak, tidak ada yang
bisa disembunyikan anda bukan?” Ucap Mawar.
“Kakek.” Ucap Kakek.
“Ya tak ada yang bisa disembunyikan dari
kakek bukan?” ucap Mawar akhirnya menuruti pria tua didepannya karena tak ingin
lebih lanjut mendebatkan hal yang tak begitu penting.
“Kuharap juga seperti itu.” Ucap Kakek tajam
sambil melihat sosok Arman terlihat sangat betah terbaring disebuah ranjang
yang menemaninya sejak tiga tahun yang lalu.
“Kalian ada disini rupanya?” ucap Yuda datang
dengan tergesa-gesa.
“Apa kau segitu takutnya Mawar Kakek ambil?
Bahkan kalian akan menikah minggu depan” ucap Kakek sambil tertawa melihat tingkah
laku cucunya, dan mengatakan hal itu denagn suara cukup keras.
“Kakek berani macam-macam, Yuda adukan saja
pada Nenek.” ucap Yuda penuh dengan nada ancaman.
“Dokter muda itu ya.” Ucap Kakek yang langsung
mengerti arah ketegangan cucunya, yang sepertinya sangat waspada pada kamar
Arman untuk mencari seseorang.
“Dimana dia? Bahkan ketika kita tadi makan
bersama ia tak ikut gabung” ucap Yuda yang tak pernah lagi mengucapkan nama
dokter muda itu.
“Yang kakek dengar dari Bundamu dulu, ia
adalah sahabat baikmu.” ucap Kakek mencoba membuat cucunya berbaikkan dengan
seseorang yang kini telah merawat anaknya, bahwa dokter muda itu rela menginap
dirumah ini agar bisa siap siaga jika ada sesuatu yang terjadi.
“Yuda menerima dia berada disini selama tiga
tahun, karena menurut kakek ia pilihan terbaik untuk Ayah saat ini.” Ucap Yuda kembali
mendebat, meskipun kakek membawa nama Bundanya.
“Lagi pula aku tak akan pernah tertarik pada
seseorang yang dulunya mencoba membunuh ayahku, bahkan siapa yang tahu bahwa
sebenarnya niatnya itu masih ada.” Tiba-tiba terdengar suara Dirga yang entah
sejak kapan berada dibelakang mereka.
“Mawar tidak seperti itu.” Ucap Yuda langsung
bertambah emosi mendengar perkataan Dirga mengungkit kembali masa lalu Mawar.
“Anak-anak tak ada yang berakhir baik dengar
pertengkaran. Yud maksud dokter ini hanya ingin menyampaikan suatu pendapat.”
Ucap Kakek seolah membenarkan apa yang dikatakan Dirga yang kini tersenyum
senang dengan pandangan seperti menatap rendah pada Mawar dan bahkan pada Yuda.
“Dan kau juga, sebaiknya pilihlah Bahasa yang
baik, walau bagaimana pun ia akan menjadi istri Yuda kelak, Kau harus menghargai
apapun yang menjadi pilihan Yuda.” Ucap Kakek menambahkan yang membuat kedua
laki-laki itu tertunduk seolah-olah mereka adalah anak kecil yang sedang dimarahi.
“..” Baik Yuda maupun Dirga tak ada yang menjawab.
“Kakek heran apa yang membuat kalian menjadi
seperti ini, bukankah kalian dulu berteman baik?” ucap Kakek yang kini terlihat
mencoba membujuk kedua orang yang tertunduk didepannya berbaikkan.
“Kakek benar, maafkan aku.” Ucap
Dirga setelah beberapa saat mereka terdiam.
“Sejak kapan kalian
menjadi sangat akrab, sejak kapan kau bahkan tak memakai kata-kata formalitas
seorang dokter?” ucap Yuda yang sangat aneh dengan panggilan yang diucapkan Dirga
pada Kakeknya.
“Sejak dia
merawat Arman pertama kalinya.” Ucap Kakek singkat.
“Tap…”
“Mengapa juga
kau mempersalahkan hal lain yang tak penting, Apakah sangat sulit bagimu untuk
berbaikkan dengannya?” ucap Kakek dengan nada yang tinggi.
“Mengapa Kakek
menjadi Marah”
“Yud”
“Sudahlah sebaiknya
Yuda pulang dulu, ayo Mawar.” Ucap Yuda yang langsung menarik tangan Mawar
menyela apapun yang akan diucapkan oleh Kakek.
Yuda langsung
saja menarik Mawar pergi dari kediaman Neneknya, setelah pamit pada Nenek yang
begitu kaget melihat amarah yang dirasakan oleh Yuda. Yuda tak begitu mengerti
apa yang sebenar terjadi, apakah ia yang begitu pendendam hingga begitu marah
pada Dirga. Atau mungkin apakah perasaan terpendam Yuda bahwa Ayahnya lebih
membutuhkan Dirga dari padanya.
“Kau baik-baik saja.” Ucap Mawar setelah
beberapa saat mereka berdiam di dalam mobil tepat didepan rumah Mawar.
“Ya, Maaf aku menjadi sedikit emosi.” Ucap
Yuda.
“Aku mengerti.” Ucap Mawar kini menggengam
tangan Yuda yang berada didekatnya mencoba menenangkannya.
“Hahh..” Yuda mengeluarkan nafas panjang
berusaha menurunkan emosinya.
“Kau mau masuk dulu?” ucap Mawar.
“Bolehkah aku bertanya sesuatu?”
“Ya.”
“Aku tak mengerti ketika dulu kau bahkan melindungi
Didi?” ucap Yuda yang mencoba mengalihkan pikirannya terhadap Dirga, Ayahnya
dan Kakek.
“Apa yang sebenarnya ingin kau ketahui?”
balas Mawar mencoba untuk tak terlalu menutupi atau bahkan kelepasan berbicara
dalam hal masa lalu yang mungkin akan membuat hubungan mereka menjadi hancur.
“Aku hanya ingin belajar darimu untuk
melepaskan rasa dendam.” Suara Yuda kini malah terdengar seperti berbisik, ia
begitu malu mengakui apa yang selalu menghantuinya, perasaan dendam yang
berkepanjangan dan setelah ia berhasil membuat orang itu mati tapi yang dirasakannya
justru hanyalah perasaan hampa.
“Jangan terlalu membenci pria itu, karena
mungkin saja ada alasan ia melakukan hal tersebut, kita bahkan tak akan tahu
mungkin saja justru dialah korban sebenarnya.” Ucap Mawar yang menurut Yuda
sepertinya menyembunyikan maksud yang tersembunyi dalam ucapannya.
“Maksudmu?” Ucap Yuda.
“Setidaknya ia membesarkan aku sampai
sekarang dengan baik.” Ucap Mawar.
“Ya.”
“Urusan Didi, kedua orang tuaku, kedua orang
tuamu biarlah menjadi urusan mereka, bukankah kau yang selalu mengatakan hal itu
kepadaku?”
“Kau benar”
“Kata-katamu membuatku berpikir sebaiknya kita
jalani saja hidup yang membuat kita menuju kepada kebahagian. Untuk apa kita
memikirkan hal lainnya.”
“Jadi dengan kata lain kau menjadi seperti ini
karena aku?”
“Sudah malam, Kau yakin tak ingin mampir.” Ucap
Mawar kini malah mengalihkan pembicaannya, ia begitu malu telah mengatakan
hal-hal yang membuatnya terlihat sangat bahagia.
“Aku sangat menunggu minggu depan ketika aku
akan bersamamu dua puluh empat jam.” Ucap Yuda dengan senyuman jailnya.
“Sepertinya aku tak ada lagi yang perlu di
khawatiran.” Ucap Mawar sambil membuka pintu mobil, setelah melihat Yuda yang
telah menjadi dirinya sendiri lagi.
“Aku akan menjemputmu besok pagi.” Ucap Yuda
yang tak bisa lebih jauh dalam menggodanya, karena Mawar tak ada sedikitpun niat
untuk memalingkan tubuhnya kembali.
“Ya.” Ucap Mawar setengah berteriak ketika iya
membuka pintu gerbang rumahnya.
Setelah memastikan Mawar masuk kedalam rumah,
Yuda langsung melajukan mobilnya menuju tempat kostannya. Yuda tersenyum senang
ketika mengendarai, pikirannya kini dipenuhi kebahagiaan yang akan terjadi satu
minggu kedepan. Tapi ketika Yuda akan sampai tiba-tiba ponselnya berbunyi, ia
langsung saja menepikan mobilnya.
“Yud” ucap Nenek ketika Yuda mengangkat
teleponnya.
“Ada apa Nek?” Ucap Yuda begitu mendengar
suara Nenek meskipun hanya mengucapkan namanya tapi ia sudah tahu ada suatu hal
yang tak biasa baginya.
“Sebaiknya kau kembali kesini.” Ucap Nenek
tak menjelaskan lebih lanjut apa yang terjadi.
“Yuda mengerti.” Ucap Yuda.
“Hati-hati.” Ucap Nenek.
Yuda yang dipenuhi pikiran yang tidak-tidak
langsung saja melajukan mobilnya untuk kembali kerumah Nenek begitu panggilan
telepon mereka terputus.