Good morning beeeb, hari Sabtu nih beb, itu artinya WHITE ROSE Episode 10 udah siap tayaaaang hihihi.
Buat kamu yang baru pertama kali mampir ke Blog aku ini, cuss dibaca dulu Episode sebelumnya yaa, udah ada episode 1 sampe 8nya beeeb.
Buat kamu yang belum tau, ini Novelet bukan buatan aku yaa, tapi buatan bestieku hehe. cuss langsung aja yuk?
WHITE ROSE by Astrianti Nuraidan
Yuda baru saja turun dari mobilnya dengan membawa rangkaian bunga
mawar berwarna merah muda yang sudah terangkai dengan begitu
indah seperti seseorang yang membuatnya. Ketika berjalan memasuki rumah Nenek
pun senyuman tak luntur diwajah Yuda ketika ingatan perjanjian dengan Mawar masih
memenuhi isi kepalanya.
“Nek Yuda datang” Teriak
Yuda ketika tiba didepan pintu rumah Nenek yang sebelumnya menyembunyikan
rangkaian bunganya terlebih dahulu untuk memberi kejutan.
“Akhirnya kau datang juga, Nenek sangat kangen sekali
denganmu”. Ucap Nenek berjalan dari arah dapur yang langsung menghampiri Yuda
ketika mendengar suara Yuda berteriak dan langsung memeluk erat cucu
satu-satunya.
“Yuda juga kangen Nek, dimana bayi besarnya Nek?.” Sambil
balas memeluk Nenek dan langsung bertanya ketika Yuda tak melihat siapapun di
ruang itu selain mereka berdua.
“Bayi besar?” Nenek langsung melepas pelukannya dan balas
bertanya tak mengerti maksud pertanyaan Yuda.
“Seingatku dirumah ini tak ada yang mempunyai bayi. Memang
benar Mang Jojo dan Bi Nina Pembantu dirumahnya baru saja menikahkan anak
pertama mereka, tapi tak mungkinkan pasangan muda itu langsung melahirkan bayi.
Apalagi dirinya sudah tak muda lagi untuk mempunyai bayi seharusnya yang ada dirinya
kini menimang seorang bayi dari cucu didepannya ini. Mungkinkah Yuda sudah
mempunyai bayi yang tak diketahuinya?” monolog Nenek didalam hatinya.
“Tadi ditelepon bukankah Nenek berkata ada bayi besar yang akan
memakai popok.” Ucap Yuda setelah puas melihat wajah kebinggungan Nenek didepannya.
“Maksud mu Kakek.” Ucap Nenek berusaha menebak.
“Tentu saja atau Nenek yang ingin memakainya? Haruskah ku belikan?”ucap
Yuda tersenyum dengan jahilnya sambil mengangkat kedua halisnya semakin
menggoda Neneknya.
“Astaga, hampir saja jantung ini copot, Nenek kira kau sudah
menghamili seorang gadis diluar sana, dan sang ibu melahirkannya sendirian setelah
itu langsung mengirimnya kerumah ini karna kau tak mau bertanggungjawab.” Ucap
sang Nenek yang kini malah memukuli cucunya.
“Aw.. Mana ada ceritanya Yuda seperti itu… Yuda kan tadi hanya
bercanda.. hentikan Nek.. Pukulan Nenek benar-benar sakit.” Ucap Yuda yang
berusaha menghindari pukulan Nenek yang tak main-main diusinya yang menginjak
usia 70an.
“Dasar cucu kurang ajar, dengan orang tua itu tak boleh asal bicara.”
Ucap Nenek setelah puas memukul Yuda.
Nenek yang kini kelelahan berusaha mencapai kursi terdekat untuk
didudukinya yang langsung dibantu Yuda begitu mengetahui keadaan sang Nenek dan
Yuda pun langsung bergegas mengambilkan segelas air hangat yang langsung diminum
oleh Nenek.
“Nenek sudah baikkan?” Yuda panik sendiri dan mencoba bertanya
setelah mendengar nafas Nenek yang teratur kembali.
“Usia Nenek sudah tak muda lagi untuk kau ajak bercanda Yud.”
Nenek menjawab dengan menenangkan Yuda melihat kekahawatiran terlihat jelas
pada muka cucunya yang berjongkok didepannya.
“Maafkan Yuda, janji ini yang terakhir kali Yuda bercanda
seperti ini lagi.” Ucap Yuda sambil menggenggam tangan Nenek setelah menyingkirnya
gelas kosong yang sudah habis diminum tadi oleh sang Nenek.
“Kakek belum pulang setelah menjenguk Arman.” Ucap Nenek
menjawab pertanyaan Yuda yang tadi bertele-tele.
“Apakah Ayah baik-baik saja?” Tanya Yuda yang tak biasanya Kakek
menjenguk tanpa memberi kabar terlebih dulu pada dirinya, meskipun hanya untuk menyampaikan
tak ada kemajuan tentang kondisi ayahnya.
“Setelah mendengar kabar dari Komandan Bromo tentang ulah Didi
baru-baru ini, kami berencana memindahkan Arman secepatnya dan memperketat
penjagaannya.” Ucap Nenek menjelaskan pada Yuda tanpa membuatnya semakin khawatir.
“Ternyata Komandan sudah mengabari, tadinya Yuda kemari juga ingin
mengatakan hal tersebut” ucap Yuda yang kini beranjak berdiri untuk duduk disebelah
sang Nenek.
“Nenek harap kau menjauh dari urusan yang bernama Didi, Nenek
sudah sangat bersyukur waktu itu kau tak berada dirumah saat kejadian itu.”
Ucap sang Nenek kembali menggenggam tangan Yuda.
“Nek.” Ucap Yuda yang langsung dihentikan oleh Nenek
“Jangan sela Nenek dulu, tahu kah kau dulu waktu kami mendapatkan
kabar tentang kalian kami sangat terpukul berat. Nenek dan Kakek terus berdo’a
selama di perjalanan, kami sangat berharap bahwa kabar itu hanyalah mimpi
belaka” ucap nenek dengan sorot mata yang sudah memerah sepertinya akan mulai menangis,
membuat Yuda semakin mengeratkan genggaman tangan mereka.
“Ketika Dokter berbicara pada kami bahwa kau masih hidup
walapun dengan kondisimu yang tak baik-baik saja saat itu, Arman yang sangat kritis
dan meskipun kami harus kehilangan Lili tetapi dalam hati Nenek waktu itu
merasa sangat bersyukur karena setidaknya
Nenek tak harus kehilangan kalian semua pada hari itu.” Ucap Nenek dengan air
mata yang sudah mengalir dikedua pipinya.
“Nek” ucap Yuda tak tahu harus berbicara apa.
“Jadi Nenek mohon dengan sangat kepadamu jauhi apapun yang
berhubungan dengan laki-laki itu, biarlah masa lalu tetap menjadi kenangan
buruk bagi kita dan Nenek yakin laki-laki itu cepat atau lambat pasti akan
menerima ganjaran atas perbuatan jahatnya pada keluarga kita meskipun bukan dari
tangan kita. Yang paling penting bagi Nenek kau aman.” Ucap Nenek memohon pada
cucunya.
“Yuda mengerti Nenek khawatir dengan keselamatan Yuda, Tapi
Nek Yuda menjadi angota kepolisian karena Yuda ingin menangkapnya dengan kedua
tangan Yuda sendiri.” Ucap Yuda meminta pengertian Nenek akan apa yang menjadi tujuan
hidupnya setelah malam itu terjadi dengan tiba-tiba dikehidupannya.
“Nenek tak pernah melarang apapun dalam hidupmu, hanya saja
Nenek tak bisa membiarkan satu-satunya yang Nenek miliki kini juga hilang ditangannya,
kau tahu kondisi Arman tak bisa dikatakan hidup dengan keadaannya yang seperti itu.”
Ucap Nenek yang tak ingin kehilangan lagi.
“Aku dan Ayah masih hidup Nek.” Ucap Yuda tercekat dengan
ucapannya sendiri karena ia pun merasa sama seperti Nenek, ayahnya tak bisa dibilang
hidup ketika kedua matanya yang selalu menutup selama sepuluh tahun ini.
“Nenek tak menyuruhmu berhenti menjadi anggota Kepolisian
hanya saja untuk kasus Didi berjanji lah pada Nenek Kau tak usah ikut dalam
menangganinya lagi sudah cukup ia membuat kekacauan dalam keluarga kita.” Ucap
Nenek memohon penuh dengan keputusasaan.
“..” Yuda terdiam memikirkan
permintaan Nenek yang sangat disayanginya didepannya ini.
“Yud, umur Nenek sudah tak muda lagi untuk mendengar kabar
seperti sepuluh tahun lalu, Nenek benar-benar tak sangup.” Ucap Nenek.
“Baiklah Yuda janji Nek Yuda hanya akan mengawasi saja untuk
kasus itu.” Ucap Yuda lirih karena tak ingin membuat sang Nenek lebih menderita
lagi.
“Terimakasih sayang.” Ucap Nenek sambil memeluk Yuda.
“Tunggu sebentar Nek, Yuda punya kejutan untuk Nenek.” Ucap
Yuda melepas pelukan pada Nenek setelah tangisannya mereda setelah beberapa
waktu berlalu.
“Bunga yang indah, tumben sekali kau memikirkan membawa
sesuatu yang indah-indah?.” Ucap Nenek mengambil rangkaian bunga yang dibawa
Yuda setelah menunggu Yuda mengambilnya dari arah pintu masuk rumahnya.
“Oh itu, Yuda hanya ingin memberi kejutan.” Ucap Yuda yang
menjadi salah tingkah atas ucapan Nenek yang tak terpikirkan sebelumnya.
“Ataukah bunga ini salah alamat, Nenek tak ingin mengambil
bunga milik orang lain.” Ucap Nenek yang tak yakin Bunga mawar yang diterimanya
itu memang untuknya.
“Bunga itu benar-benar Yuda bawa untuk Nenek yang telah dirangkai
oleh Mawar.” Ucap Yuda menyakinkan sang Nenek.
“Mawar?” Tanya Nenek tiba-tiba
penasaran.
“Mawar seorang wanita yang sedang Yuda dekati Nek.” Ucap Yuda
menjelaskan tak ingin Neneknya salah sangka seperti Farhan.
“Kau sudah menemukan seseorang? Seperti apa orangnya?” ucap
Nenek yang kini menjadi antusias mendengar cucunya kini memiliki seseorang yang
akan bersamanya.
“Bunda sangat menyayanginya.” Ucap Yuda dengan muka yang
memerah.
“Bunda?” ucap Nenek kini menyendu memikirkan kesehatan mental
cucunya mungkinkah cucunya berkhayal kini.
“Sepuluh tahun Bunda cerita pada Yuda sambil kami berkebun
setelah Yuda bertemu dengan Mawar ketika ia datang mengantarkan bunga pesanan
Bunda, setelah kejadian malam itu Yuda tak pernah bertemu lagi dengan Mawar
sampai beberapa saat yang lalu, Yuda tak sengaja bertemu lagi dirumah makan
dekat kantor Yuda bekerja.” Yuda menjelaskan panjang lebar ketika melihat sorot
mata sang Nenek menunjukan ketidak percayaan yang terlihat seperti
mempertanyakan kewarasannya.
“Pasti cantik ya Pilihan Bunda?.” Nenek mencoba bertanya
kembali setelah mendengar penjelasan Yuda yang membuatnya sedikit malu karena
telah mencurigai cucunya yang hilang akal.
“Nenek jauh lebih cantik.” Spontan Yuda menjawab dengan
menggoda Nenek.
“Maaf Nenek sudah milik Kakek.” Ucap Nenek menolak keras
dengan mengangkat jarinya melihatkan sebuah cincin yang melingkar dijarinya.
“Tinggalkan saja Kakek, Yuda jelas lebih muda dan jauh lebih
tampan.”Yuda tak menyerah tentu saja.
“Lalu Mawar dengan Kakek begitukah?” kini Nenek mencoba
menyerang Yuda.
“Mana bisa” ucap Yuda tak terima dengan ucapan sang Nenek.
“Kau benar-benar menyukainya ya?” Nenek yang kaget ketika Yuda
spontan berteriak.
“Yuda hanya mengikuti pesan Bunda waktu itu Nek.” Ucap Yuda
yang lupa bahwa yang diteriakinya tadi adalah Neneknya sendiri.
“Nenek selalu mendukung apapun keputusanmu dalam hal apapun jika
menurutmu itu yang terbaik, kecuali apapun yang berhubungan dengan laki-laki itu.”
Ucap Nenek memberikan penyemangat yang berarti pada Yuda dan memberi batasan
akan persetujuaannya.
“Nenek memang yang terbaik.” Ucap Yuda kembali ceria.
“Kapan-kapan kenalkan juga pada Nenek.” Ucap Nenek yang
penasaran dengan sosok yang disukai oleh cucunya.
“Nenek orang pertama yang akan Yuda kenalkan, setelah Mawar
resmi jadi pacar Yuda.” Janji Yuda.
“Jadi status kalian masih jauh dari kata pacaran?” ucap Nenek.
“Yuda kan baru bertemu lagi dengannya setelah tak sepuluh
tahun yang lalu,” ucap Yuda tak rela mendengar ucapan Nenek yang seperti
meragukan pesonanya.
“Sepertinya kau harus sering belajar bersama kakek.” Ucap
Nenek mencoba mencari masukan.
“Nek Yuda bisa usaha sendiri, mana ada didunia ini yang dapat
menolak pesona Yuda yang ganteng seAsia ini.” Ucap Yuda penuh percaya diri.
“Buktinya sampai saat ini kau masih sendiri.” Ucap Nenek
langsung menjatuhkan kepercayadirian Yuda.
“Waktu dulu kan tujuan Yuda hanya ingin menemukan Didi.” Ucap
Yuda yang kelepasan berbicara dan langsung dipelototi oleh Nenek.
“Itu dulu Nenek, sekarang kan Yuda sudah berjanji untuk
menjauh dari apapun yang berkaitan dengannya.” Ucap Yuda langsung menjelaskan
sebelum Nenek kembali mengamuk, dan sang Nenek sepertinya langsung menghela
nafas lega mendengarnya.
“Kruk…kruk.” Terdengar suara perut Yuda yang memprotes.
“Ayo cepat Ayam dan sambalnya sudah Nenek sediakan dari tadi.”
Ucap Nenek yang langsung cepat tanggap mendengar protesan perut cucunya yang
terdengar sangat keras.
“Yuda benar-benar merindukan masakan Nenek.” Ucap Yuda sambil
berdiri mengikuti Nenek menuju tempat Makan yang berisi semua makanan kesukaan
Yuda.
Hari berganti minggu, minggu pun berganti bulan yang terlewati
begitu saja dengan cepat saat mencari keberadaan Didi, pembunuh nomor satu yang
paling dicari saat ini. Seluruh anggota kepolisian yang dikerahkan untuk mencarinya
kini diperintahkan untuk tidak memperioritaskan pencarinya dikarenakan
banyaknya kasus lain yang terbengkalai dan lebih mendesak untuk mereka tangani.
Yuda pun sudah menyampaikan kepada Komandan, bahwa ia tak bisa
ikut dalam kasus apapun yang berkaitan dengan Didi yang langsung disetujui oleh
Komandan dan Rekan-rekan polisi yang lainnya. Bahkan pada keesokan hari setelah
Yuda menyampaian maksud dari kehendak Neneknya tiba-tiba saja Puji yang terlihat
tak pernah menyukai Yuda pun, berjanji dengan penuh tekad pada Yuda akan
berusaha semaksimal mungkin untuk menemukan dan membuat Didi mendapatkan
balasan atas perbuataanya dan juga disetujui oleh Farhan yang tak sengaja
mendengar perkataan Puji.
Ditengah kesibukan mencari buronan nomor satu yang paling dicari
tak kunjung usai, Yuda secara teratur bertemu Mawar disela-sela hari libur yang
diberikan pada Yuda setiap minggunya. Yuda memanfatkan waktunya untuk merawat
kembali kebun Bunda yang berada dirumah Yuda yang juga ditemani oleh Mawar.
Hari minggu ini Yuda memutuskan untuk menjemput Mawar ditoko
bunga tempatnya bekerja, dikarenakan Yuda sudah sangat tak sabar menemuinya dikarenakan
senin sampai sabtu yang menurutnya waktu yang sangat lama.
“Kau datang terlalu awal dari waktu yang ditentukan.” Ucap
Rena yang melihat Yuda sudah menunggu di depan toko bunga tempatnya bekerja.
“Aku hanya tak ingin membuatnya menunggu.” Ucap Yuda dengan
senyum diwajahnya.
“Kau benar-benar menyukainya ya?.” Ucap Rena pelan pada Yuda
sambil membuka pintu toko bunganya dan membalikan tulisan close menjadi open
pada pintu toko yang telah dibukanya.
“Apakah terlihat jelas?” ucap Yuda yang balik bertanya mengikuti
Rena untuk membantunya untuk merapihkan toko bunga itu yang baru saja akan
beroperasi.
“Hanya orang bodoh saja yang tak bisa melihatnya” ucap Rena
geli sendiri mengingat wajah seseorang yang menurutnya orang bodoh itu.
“Kau tak boleh mengatai temanmu itu bodoh!” tegur Yuda dengan
memasang wajah seperti seorang ayah yang memarahi seorang anak karena
kenakalannya.
“Senangnya Mawar, andai saja ada seseorang diluar sana yang
juga seperti kau terhadapku.” Ucap Rena merana.
“Tak akan ada diluar sana yang sepertiku, kau tahu aku hanya
satu-satunya dimuka bumi ini” ucap Yuda dengan tak tahu malu membuat Rena yang
mendengarnya seperti ingin muntah saja rasanya.
“Terimakasih, kau tahu kini aku bisa tenang.” Ucap Rena tiba-tiba
setelah lima menit yang panjang.
“Tak masalah, aku hanya membantu sebisanya” ucap Yuda sembari
mencari tempat untuk duduk sambil menunggu Mawar.
“Bukan itu maksudku, meskipun aku juga berterimakasih juga
karna kau membantuku hari ini. Tapi aku berterimakasih tadi karena aku mengira selamanya
hanya aku saja yang akan menjaganya disisa hidupku, tapi kini apakah kau bersedia
menjaganya tanpa mempersalahkan latar belakangnya?.” Ucap Rena panjang lebar.
“Maksudmu seperti masalah tentang ayahnya yang ku dengar waktu
pertama kali aku datang kemari?” Tanya Yuda yang balik bertanya alih-alih
langsung menjawab yang jawabannya sudah Yuda renungkan di awal Yuda mendengar
masalah tersebut.
“Mawar akan datang tiga puluh menit lagi sebelum kemari karena
mengatarkan bunda yang lokasinya cukup jauh, sebaiknya aku menerangkan sedikit
tentang Mawar sebelum kau terlalu jauh dalam perasanmu.” Ucap Rena dengan wajah
yang serius.
“Maukah kau memberitahuku?” Tanya Yuda yang sebenarnya juga
penasaran dengan masa lalu Mawar yang tak pernah didengarnya dari yang
bersangkutan.
“Aku tak ingin kau meninggalkannya setelah kau memberinya
sebuah harapan.” Ucap Rena seperti seorang ibu yang akan melepaskan anaknya
untuk pria yang akan menjadi pendamping hidup anaknya kelak.
“Aku mengerti, aku akan mendengarkan dengan bijak.” Ucap Yuda
seratus persen yakin dengan ucapannya.
“Aku akan memulai kisahnya ketika Mawar berusia Empat tahun,
tepatnya dua puluh tahun yang lalu. Diusianya yang masih kecil Mawar sudah
menjadi yatim piatu dikarenakan keluarganya habis terbunuh” ucap Rena ketika
memulai kisahnya pada Yuda dikarenakan ia tak ingin Yuda akan meninggalkan
Mawar ketika nanti Mawar terlanjur sayang pada pemuda didepannya ini.
“Bukannya kemarin iya berbicara telah bertemu ayahnya?” Yuda
mencela ucapan Rena karena bagaimana mungkin Mawar bertemu dengan sesorang yang
telah tiada.
“Bisakah kau bersabar tak menyelaku dulu, waktu kita tak
banyak kecuali kau ingin Mawar menjauh darimu karena ketahuan aku membongkar
masa lalunya.” Ucap Rena sedikit mengancam Yuda.
“Aku mengerti.” Ucap Yuda yang kini duduk manis mendengarkan kisah
Mawar dari pandangan seorang Rena selaku temannya.
“Pada hari kematian orang tuanya, Mawar dibawa oleh salah satu
kawanan dari orang yang membunuhnya. Mawar baru tahu setelah sepuluh tahun yang
lalu ketika sebuah insiden, entahlah aku juga tak tahu dengan jelas cerita
lengkapnya karena ia tak ingin menceritakan hal itu.” Ucap Rena yang kalimat
terakhir lebih tertuju pada dirinya sendiri.
“Tapi dari insiden itu Mawar
mengetahui bahwa selama sepuluh tahun itu ia sebenarnya berada di tangan salah
satu dari komplotan pembunuh orang tuanya sendiri.” Rena menjeda ketika ia
mengecek apakah ada tanda-tanda kepulangan Mawar.
“Mawar memutuskan untuk berpisah dari seseorang yang selama
sepuluh tahun telah ia panggil dengan sebutan Ayah. Pada suatu malam, waktu itu
juga aku sedang melarikan diri dari kedua orang tuaku, kami tak sengaja bertemu
ketika Mawar melihat ku kesakitan. Ia langsung menolongku tanpa bertanya
panjang lebar tentang kondisiku dan dari situlah kami hidup bersama sampai saat
ini” ucap Rena yang mempersingkat pertemuaannya seolah ia pun berusaha menutupi
kisah hidupnya.
“Jadi maksudmu Mawar kini telah mengetahui, ia bersama bahkan dibesarkan oleh seorang penjahat? Dan
mengapa juga ia tak langsung lapor polisi ketika ia tahu semua kenyataannya”
Yuda mencoba bertanya setelah ia memproses informasi baru dari Rena tentang
masa lalu Mawar.
“Aku juga berpikir sepertimu, menurutmu apakah Mawar mendapat
ancaman?” ucap Rena yang tiba-tiba khawatir akan nasib temannya.
“Kemungkinan besar bisa seperti itu.” Ucap Yuda yang berjanji
pada dirinya sendiri kini akan lebih melindungi Mawar.
“Bagaimana ini apa yang
harus ku lakukan untuk membantunya?.” Ucap Rena panik dan lebih bertanya pada dirinya
sendiri.
“Aku akan melindunginya apapun yang terjadi, kalau kau
mendengar ataupun mendapatkan segala sesuatu yang berhubungan dengan mantan
ayahnya Mawar segera hubungi aku” ucap Yuda pada Rena dengan sorot mata yang
menangkan Rena seketika itu juga.
“Wow, entah mengapa aku jatuh pada pesonamu pada saat yang tak
tepat seperti ini.” Ucap Rena dengan mata yang memancarkan kekaguman yang
kentara.
“Maaf hati ini sudah ditawan oleh Mawar.” Ucap Yuda tegas.
“Sial, tapi kalau dia menolakmu aku siap diantrian paling
depan.” Ucap Rena yang tak terima dengan penolakan langsung dan juga sebenarnya
ia ingin sedikit mengoda laki-laki didepannya ini, apakah ia termasuk tipe yang
setia.
“Kau sudah datang?.” Tiba-tiba terdengar suara Mawar yang
entah kapan sampai di dekat mereka.
“Baru saja.” Ucap spontan Yuda.
“Kau mengagetkan aku, kapan kau berada disini? Kau datang
tanpa suara seperti hantu saja.” Ucap Rena sambil mengelus-elus dadanya.
“Tadi sewaktu kau mencoba mengodanya.” Ucap Mawar dengan mata
yang datar khas dirinya.
“Siapa yang mengoda siapa?” ucap Rena yang sedikit mengelak
karena ia sedikit takut Mawar mendengar pembicaraan awal mereka.
“Kau mengoda Yuda tentu saja.” Ucap Mawar singkat.
“Kau mendengarnya.” Ucap Rena yang kini menunduk malu entah
karena apa.
“Memangnya kenapa kalau ia mengodaku?” ucap Yuda yang aneh
dengan tingkah Mawar yang seolah memojokan Rena temannya sendiri.
“Tak apa, ayo kita berangkat sekarang” ucap Mawar sambil pergi
mendahului Yuda menuju mobil milik Yuda.
“Apakah perasaanku saja, atau memang Mawar sedikit ketus dari
biasanya?” ucap Yuda yang aneh dengan kejadian tadi barusan.
“Menurutku ia sedikit cemburu.” Ucap Rena yang kini tertawa geli
melihat reaksi Mawar tadi.
“Kau bilang apa tadi?” Yuda yang kini telat memproses
perkataan Rena yang menurutnya jauh dari kenyataan.
“Dia cemburu padamu, sudah cepat sana susul sebelum ia
benar-benar marah pada kita.” Ucap Rena mengusir Yuda secara halus.
“Kenapa ia harus cemburu?” ucap Yuda yang kini bagaikan anak
kecil yang bertanya tentang apakah ikan tak memerlukan oksigen.
“Sudah cepat sana pergi” ucap Rena sambil mendorong punggung
Yuda, ia sangat malas menjelaskan dan akhirnya Yuda dan Mawar langsung pergi
saat itu juga meninggalkan dirinya diiToko itu sendirian menunggu seseorang
yang datang untuk membeli bunga ataupun pernak-pernik yang berhubungan dengan
bunga yang ada diToko mereka.
“Dasar anak tak tahu diri, sepuluh tahun lamanya aku
merawatnya dengan susah payah kini dia malah berusaha menjauhiku.” Ucap Didi
memikirkan kembali percakapan antara dirinya dalam Mawar.
“Aku ingin kau membantuku
masuk pada rumah sakit dimana Arman dirawat, aku yakin kau bisa melakukannya
tanpa membuatku tertangkap.” Ucap Didi memohon pada Mawar yang berada
dihadapanya.
“Seharusnya kau bersyukur
aku tak lapor polisi sebelum datang kesini.” Ucap Mawar datar.
“Kau tak akan melakukan
hal seperti itu kepada ayahmukan?” Tanya Didi dengan nada riang seolah
mengolok-olok Mawar.
“Ia sudah lama mati, dan
kalaupun kau benar ayahku, ayah macam apa
yang membuat anaknya menjadi buronan” Jawab Mawar tak sedikit pun
menunjukan emosi apapun.
“Yang buronan aku bukan
kau, sayang” ucap Didi tertawa geli dengan ucapannya sendiri.
“Tak ada bedanya, aku tak
bisa melakukan apapun atau pergi kemanapun bukan kah sama saja dengan buronan.”
Ucap Mawar yang menjelaskan keadaanya.
“Apakah itu penting
sekarang? Sebagai balas jasa karna aku merawatmu selama sepuluh tahun ini, kau harus
bersedia melakukan apa saja yang kumau” ucap Didi berdebat sekarang hanya
membuang waktu, ia sudah harus segera pergi dari tempat ini segera sebelum ada
yang melihatnya disini.
“Akanku pikirkan lagi”
ucap Mawar acuh yang tak menyangkal berkat Didi ia masih bernafas sampai saat
ini.
“Kau tak bermaksud akan
melindunginya kan? haruskah ku ingatkan kembali Armanlah yang telah membunuh
kedua orang tuamu” ucap Didi seakan memanasi Mawar untuk membantu dalam
rencananya.
“Akan ku hubungi jika aku
memutuskan untuk membantumu.” Ucap Mawar datar berbeda dari tubuhnya yang
seperti ingin memukul sesuatu untuk melampiaskan kemarahan yang selama ini
disimpan dalam hatinya.
“Bagus, dan aku juga ingin
kau mencarikan tempat tinggal baru yang aman .” Ucap Didi sambil berbisik
ditelinga Mawar, ia harus selalu waspada dengan keadaannya.
“ini, sebelum aku datang
kesini aku sudah melihat berita tadi pagi.” Ucap Mawar memberikan kunci dan
juga selembar kertas berisi alamat sebuah tempat tinggal.
“kau benar-benar pengertian.”
Ucap Didi dengan senyum yang cerah.
“Dan kau benar-benar tak
tahu malu.” Balas Mawar tetap dengan tatapan dinginnya.
“Aku sudah bilang padamu
kalau dia mati maka aku bersedia menyerahkan diri pada kepolisian saat itu
juga.” Ucap Didi menyakinkan kembali pada Mawar, seperti kata-katanya sepuluh
tahun yang lalu ketika Mawar mengetahui masa lalu mereka.
“Ku pegang kata-katamu.”
Ucap Mawar dengan sorot mata yang tajam.
“Aku tak pernah
mengingkari janji, Sebaiknya aku segera pergi.” Ucap Didi langsung berlalu
pergi sambil membenarkan topi, kacamata dan masker wajah yang segera dipakainya
untuk menutupi wajahnya agar tak diketahui keberadaannya.
“Sayang maafkan ayahmu yang belum berhasil membunuhnya,
seharusnya Lili tak seenaknya sendiri sehingga Arman berhasil menyelamatkan diri.”
Ucap Didi sambil menatap selembar foto dirinya dan Melati yang diambil dua
puluh tahun yang lalu.
“Ayah janji, kali ini Ayah tak akan gagal lagi sebelum bertemu
denganmu sayang.” Ucap Didi menangisi anak yang sangat dicintainya yang pergi
karna kebodohan masa lalunya.
Ditunggu kritik dan sarannya ya beb <3
ReplyDeleteBayi besar? Idih gak sopan banget Kakeknya dibilang bayi besar, hehe..
ReplyDeleteKukira tadi review drama Korea lho mbak, judulnya memikat soalnya. Ternyata novelet, mau komen bingung soalnya udah edisi 10, hehe..
Anu deh, cuma mau saran, apa gak sebaiknya diposting juga di wattpad, sosmed baca2 yang lagi booming sekarang
Ooohhh.... Uda mulai kebuka dikit dikit niiiii.... Duh kasian dong Yuda kalau Mawar beneran kasih peluang Didi bunuh Arman....
ReplyDeletejadi penasaran sama episode episode sebelumnya deh.. terus berkarya ya ka demia.. so far aku menikmati tulisannya dan jalan ceritanya juga sudah sangat clear alias tidak muter muter.. ada bahasa yang kadang kurang paham sih tapi masih oke hehe
ReplyDeletePenasaran dengan kisah selanjutnya kk, misterius banget Didi ini. Btw suka dengan plot-nya kak dan setting saat Yuda dan nenek begitu kompak.
ReplyDeleteWah bacanya aku jadi loncat-loncat nih banyak ketinggalan beberapa episode, tapi secara keseluruhan menarik nih, kalau cerbung begini aku mah ga kuku menunggunya bikin kepo banget soalnya hehe...
ReplyDeleteKetinggalan baca episode sebelumnya, jadi pas baca ini masih meraba-raba. Btw udah lama banget nggak baca novelet lagi. Padahal dulu hobby banget.
ReplyDeleteWah agak thriller romantis nih karena ada upaya pembunuhan. Hehhee. Apa ga bisa diselesaikan dengan baik baik saja? #eh 😂
ReplyDeletewaduh ayo Yuda, jangan mau kalah, perjuangin Mawar kalo emang kamu suka, jangan gengsi kaya Han Ji Pyeong, loh kok nyambung ke drakor hihi, sesungguhnya gengsi itu rugiin diri sendiri
ReplyDeleteWaaaah, penasaaran deh jadinya sama kelanjutan novelnya nih kak, bagus loh ini dijadiin buku gitu menurut aku
ReplyDeleteWah jadi pengen baca episode sebelumnya apalagi jalan ceritanya menarik nih. Jadi penasaran juga nantinya gimana kisah Mawar dan Yuda
ReplyDeleteUdah lama nih enggak ngikutin cerita si Mawar ini sampai udah ketinggalan jauh. Malah kini sekarang dia diperdaya untuk membunuh Arman gitu yaaa... Arman tuh bapaknya yuda kan?
ReplyDeleteWah biar lebih enak mesti baca dari chapter 1 nih. Suka nulis di wattpad juga nggak Kak?
ReplyDeleteWhite Rose episode 10 rilis, yeay. Aku suka gaya penceritaannya yang mengalir. Karakter tokoh dan plotnya pun bagus. Jadi penasaran nih dengan lanjutannya. Ayo, kak, rilis episode 11-nya lagi.
ReplyDeleteKukira tadi ini review film atau drakor hehehe, pas dibaca ternyata novelet yq
ReplyDeleteTadi ta kira review film atau drakor mb, ternyata setelah ta baca ternyata novelet ya ini
ReplyDeleteWah aku nary tahu dirimu nulis fiksi ya. KSekarang lagi hits ngirim fiksi ke platform digital. Banyak banget yang sampai dapat cuan mio-mio kalau ceritanya disukai ibu-ibu
ReplyDelete