WHITE ROSE Episode 15

 

white rose

Good Morniing, akhirnya hari Sabtu nih beb, berarti jadwalnya Novelet si bestie naik hihihi. Nggak kerasa juga udah ada di Episode 15 lagi ya beeeb, walaupun si Bestie nggak punya basic nulis cerpen, novel, atau novelet, tapi nggak ada salahnya nyoba sekalian belajar donk yaaa.

Maaf nih lanjutanya agak lama, soalnya si bestie lagi ada beberapa kesibukan yang nggak bisa ditinggalin hehe.

Buat kamu yang baru pertama kali mampir ke Blog aku ini, cuss dibaca dulu Episode sebelumnya yaa, udah ada episode 1 sampe 14-nya beeeb.

Buat kamu yang belum tau, ini Novelet bukan buatan aku, tapi buatan si bestie. cuss langsung aja yuk Episode 15-nya?


WHITE ROSE by Astrianti Nuraidan


“Ayah kau sudah bangun? Aku sangat bahagia sekarang ini, tahukah ayah kau bangun tepat pada seminggu sebelum pernikahanku.” Ucap Yuda dengan begitu riang dengan laki-laki didepannya kini telah sadar sepenuhnya sehingga orang itu sudah dapat diajak berkomunikasi seperti biasa.

          “Ayah juga bahagia, benarkah Kau akan menikah?” ucap Arman dengan suara yang sangat lemah menunjukan bahwa ia masih sangat lemas tapi ia mencoba untuk tersenyum dihadapan putranya.

          “Tidur ayah terlalu lama, banyak hal terjadi ketika kau tidur.” Ucap Yuda yang mengeluhkan pada sang ayah bahwa ia melewati masa-masa sulitnya sendirian.

          “Maaf.” Ucap Arman yang merasa bersalah pada putra didepannya yang kini terlihat sudah dewasa, sepertinya ia memang melewatkan pertumbuhannya.

          “Aku cukup bahagia Karena ayah sudah bangun, istirahatlah sekarang, ayah harus berada disampingku ketika hari istimewa itu terjadi.” Ucap Yuda sambil membenarkan letak selimut Arman agar membuatnya nyaman dalam tidurnya.

          Setelah itu Yuda langsung keluar dari kamar tersebut agar tak mengganggu ayahnya beristirahat. Yuda mencari orang-orang agar ia dapat pamit ketika akhirnya ia menemukan keberadaan yang Nenek yang sedang berbincang-bincang dengan Kakek. Kedua orang tua tersebut sepertinya masih begitu tegang akan sesuatu yang sebelumnya telah mereka debatkan, tetapi ketika mereka menyadari Yuda mendekat kedua orang tua itu langsung tersenyum menyambut cucunya.

          “Ada yang kau butuhkan?” ucap Kakek membuka suara yang pertama kali dengan hati-hati.

          “Tidak kek, ayah baik-baik saja, aku meninggalkannya agar ia dapat istirahat.” Ucap Yuda.

          “Kakek mengerti, kau keberatan jika kami bicara denganmu sekarang?” ucap Kakek dengan nada serius.

          “Tidak masalah, Ada apa?” ucap Yuda yang kini duduk didepan Nenek dan diikuti Kakek yang kini duduk disebelahnya.

          “Apakah kau cukup serius dengan Mawar?” ucap Nenek yang begitu ragu memulai percakapan.

          “Bukankah tanggal pernikahan sudah ditentukan?” ucap Yuda yang tak mengerti dengan apa yang dimaksud perkataan Neneknya yang sangat aneh, bahkan bagaimana mungkin mereka menanyakan pertanyaan itu ketika bahkan mereka pun ikut membantu mempersiapkan segala sesuatu dalam hal pernikahan itu.

          “Kami tahu, tapi saat ini keadaan berbeda.” Ucap Kakek.

          “Dan apakah yang berbeda itu?” ucap Yuda yang semakin tak mengerti.

          “Arman sudah siuman.” Ucap Nenek pelan.

          “Lalu?” ucap Yuda sedikit meninggikan nada suaranya.

          “Kami tak yakin Arman menerimanya.” Ucap Kakek yang menjawab dengan tenang.

          “Mengapa Ayah..” ucap Yuda yang mencoba memutar kerja otaknya yang tiba-tiba bekerja menjadi sangat lamban dari pada biasanya.

          “Dia mungkin akan teringat kembali kejadian malam itu.” Ucap Nenek yang kini menunduk ketika menyuarakan pendapatnya.

          “Apa hubungan Mawar dengan malam itu, bukan kah dulu Yuda sudah menjelaskan situasi tentang Mawar dan kalian bahkan telah setuju dengan pendapat Yuda.” Ucap Yuda.

          “Arman kami tetap yang paling penting.” Ucap Kakek tegas.

          “Sebentar, apakah maksud ucapan Kakek?” ucap Yuda.

          “Kami hanya ingin yang terbaik untuk Arman.” Ucap Nenek yang kini terlihat seperti sangat siap untuk memohon pada Yuda.

          “Aku juga juga ingin yang terbaik untuk ayah, tapi apakah harus Yuda mengorbankan kebahagian Yuda?” ucap Yuda dengan nada yang tercekat, tiba-tiba kini Yuda memikirkan kehidupannya kelak tanpa Mawar disampingnya.

          “Kami tak memintamu untuk mengakhiri hubungan kalian.” Ucap Kakek.

          “Lalu?” ucap Yuda.

          “Entahlah, Kami begitu bahagia dengan penikahanmu sebentar lagi, kami bahkan lebih bahagia ketika akhirnya Arman bangun dari tidur panjangnya.” Ucap Nenek yang mengucapkannya dengan nada yang terdengar begitu pilu berbeda dengan apa yang telah diucapkannnya.

          “Kami sanagt memohon kepadamu, sebelum Arman memberikan restunya kami ingin kau menunda pernikahanmu terlebih dahulu.” Ucap Kakek yang begitu tak terduga oleh Yuda, sambil memeluk Nenek yang sudah mulai menangis.

          “Jadi maksud kalian kami tak akan pernah menikah sebelum ayah memberi restu?” Ucap Yuda dengan nada yang seperti seseorang yang mempunyai suatu penyakit pada tenggorokannya.

          “Keputusan kami telah bulat tentang hal ini, kumohon kau mengerti, walau bagaimana pun hal ini adalah untuk kebaikan kita bersama.” Ucap Kakek yang kini menuntun Nenek berdiri untuk segera pergi dari hadapan Yuda.

          Yuda yang ditinggal sendirian diruangan itu pun terlalu kalut meresapi maksud dari ucapan yang beberapa menit telah terjadi tadi, Yuda begitu sesak berada di ruang itu, ia harus secepatnya pergi dari rumah ini untuk menenangkan diri. Dan untunglah selama Yuda bekerja ia mempunyai tempat tinggal sendiri, hal itu sangat bagus untuknya agar ia bisa berpikir lebih tenang.

Sesampainya dikamar kostan, Yuda langsung terlentang diatas tempat tidurnya ia mencoba menenangkan dirinya untuk membuat sebuah keputusan yang tepat untuk dilakukannya. Matahari yang datang dan pergi pun tak diubris sedikitpun ketika ia mengambil keputusan paling penting dalam hidupnya. Tak ingin menunda waktu lagi akhirnya Yuda memutuskan kembali kerumah Nenek.

Sebelum datang, Yuda mengirimkan sebuah pesan untuk meminta seluruh keluarganya berkumpul bahkan ayahnya yang mungkin masih belum sehat benar. Tetapi sepertinya kondisi sang ayah terlihat sangat segar untuk ukuran seseorang yang baru saja bangun dari tidur panjangnya. ayahnya sudah bisa duduk sendiri disebuah kursi yang berada diruangan itu sambil memakan sesuatu  yang diberikannya oleh Nenek yang memperlakukannya seperti anak kecil.

          “Jadi apa yang ingin kau katakan ketika hari sudah larut seperti ini.” Ucap Arman setelah mengunyah makanan yang ada dimulutnya terlebih dahulu.

          “Mmm...” Ucap Yuda sedikit ragu untuk memulai ketika sebuah pintu terbuka.

          “Kalian sudah berkumpul?” Ucap Kakek yang baru saja datang dan diikuti oleh Dirga dibelakangnya.

          “Aku hanya meminta seluruh keluarga yang berkumpul.” Ucap Yuda menahan emosi begitu melihat Dirga yang seenaknya mengekori Kakek dan kini bahkan ia seenaknya duduk disebelah Ayahnya dengan sebuah senyuman yang begitu menjengkelkan bagi Yuda.

          “Dia ada disini untuk berjaga-jaga.” Ucap Nenek.

          “Berjaga-jaga?”

          “Dari apapun yang akan kau bicarakan.” Ucap Kakek yang memilih untuk duduk disebelah Nenek.

          “Yang akan aku bicarakan?” ucap Yuda mengulangi ucapan kakek dan malah mengubahnya menjadi kalimat bertanya.

          “Dia adalah dokter, mungkin bahkan Nenek memerlukannya.” Ucap Nenek yang mengatakannya dengan pelan.

          “Astaga, apakah sekarang kalian membuatku seperti seseorang yang akan mencoba untuk melukai kalian?” ucap Yuda terduduk lesu pada sebuah kursi yang berada didekatnya.

          “Kami hanya berjaga-jaga, walau bagaimana pun lebih baik bersiap-siap untuk segala kemungkinan.” Ucap Kakek tenang.

          “Haha..” ucap Arman tertawa begitu keras. “Apakah selama aku tidur kalian berubah menjadi sekelompok komedian.” Ucap Arman sambil menghapus air mata karena ia tetawa begitu keras yang mengakibatkan kedua matanya mengeluarkan cairan tersebut.

          “Apa maksud ucapanmu itu.” Ucap Nenek yang berada disampingnya.

          “Kalian terlihat begitu lucu saat ini.”  Ucap Arman mencoba meredakan tawanya.

          “Anak muda, apakah kau yakin memeriksa seluruh tubuh anakku dengan benar?” ucap Kakek tertuju pada Dirga.

          “Saya sangat yakin.” Ucap Dirga yang langsung menjawabnya.

          “Dan apakah maksud dari ucapan ayah itu.” Ucap Arman yang kini telah berhasil menghentikan tawanya.

          “Kau tertawa seperti kehilangan kewarasanmu, bahkan mengatakan kami keluarga komedian.” Ucap Kakek.

          “Wajah tegang ibu, wajah ayah yang terlihat waspada, serta wajah Yuda yang siap untuk menghadiri ujian sekolahnya, bukankah hal itu pemandangan yang paling lucu.” Ucap Arman kembali akan tertawa akan tetapi tak terjadi begitu melirik wajah Ayahnya.

          “Jadi maksud Yuda mengajak kalian berkumpul adalah untuk….” Ucap Yuda memulai percakan yang telah ia siapkan sejak kemarin untuk dibahasnya hari ini mengalihkan ucapan ayahnya yang tak begitu masuk akal.

          “Soal pernikahanmu kan?” Ucap Arman menyela anaknya yang terlihat begitu gugup dalam mengutarakan niatnya.

          “Ayah, aku..” ucap Yuda.

          “Lima hari lagikan? Ayah pasti berada disampingmu saat itu terjadi.” Ucap Arman tersenyum menghayalkan seolah-olah iya sudah ada di momen itu.

          “Ayah.” Ucap Yuda yang kaget mendengar perkataan ayahnya.

          “Arman.” Ucap Nenek yang kini menatap putranya penuh ketidak percayaan.

          “Aku tahu dengan jelas ibu, siapa sebenarnya pendamping anakku nanti.” ucap Arman yang kini menggenggam kedua tangan ibunya untuk menenangkan.

          “Kau tahu?” ucap Nenek kaget.

          “Maaf.” Ucap Dirga yang kini menundukkan kepalanya.

          “Kau?” ucap Kakek yang kini menatap Dirga begitu tajam.

          “Jangan marahi dia ayah, akulah yang memintanya, bagaimana mungkin aku sanggup melihat wajah ibu yang resah seharian kemarin.” Ucap Arman mencoba menjelaskan.

          “Kau tahu siapa Mawar?” ucap Kakek memulai dengan nada yang sedikit ragu memadang putra nya yang tak mempersalahkan keputusan cucunya.

          “Maaf aku telah menceritakan segalanya.” Ucap Dirga semakain menunduk.

          “Kau tak mengatakan bagian adanya sebuah ancaman, jika kau tak memberitahuku.” Ucap Arman sambil memukul pelan kepala Dirga mengkoreksi ucapannya.

          “Kau benar-benar.” Ucap Kakek yang kini mengelengkan kepala mengingat kelakuan anaknya yang tak pernah berubah sedikitpun.

          “Lagi pula yang kudengar iya bahkan bukan anak kandungnya, bagaimana mungkin anak yang sudah mati hidup kembali bukan.” Ucap Arman dengan nada yang ringan dan menurunkan suaranya pada kalimat terakhir.

          “Benar, ia hanya terjebak bersamanya.” Ucap Yuda meyakinkan sang ayah bahwa Mawar tak ada hubungan darah dengan laki-laki yang membuat keluarga hancur.

          “Aku turut bahagia bila putra kesayanganku juga bahagia.” ucap Arman dengan sebuah senyuman yang menenangkan Yuda.

          “Ayah aku..” ucap Yuda yang begitu terharu dengan keputusan sang ayah berbeda dengan apa yang telah Nenek dan Kakek khawatirkan.

Sebelumnya Yuda sudah bertekad untuk memperjuangkan Mawar apapun yang akan terjadi. Bahkan bila perlu ia membawa Mawar pergi sejauh mungkin dari keluarganya, untuk menghindari pertumpahan darah yang mungkin akan terjadi bila Yuda masih memilih Mawar bersamanya.

“Aku senang sepertinya kau sudah cukup bijaksana setelah apa yang sudah terjadi.” Ucap Nenek yang juga terharu dengan putra satu-satunya disampingnya ini.

          “Ibu bagaimana mungkin aku merebut kebahagian putraku satu–satunya ini.” Ucap Arman ringan, berbeda dengan Dirga yang tiba-tiba seperti berada ditempat yang salah disebelahnya dan tatapan aneh sang Kakek yang diberikan padanya.

          “Terimakasih banyak ayah, aku harus memberitahukan Mawar secepatnya.” Ucap Yuda kembali riang seperti dirinya yang biasa.

          “Tunggu sebentar.” Ucap Arman menghentikan langkah Yuda yang akan pergi.

          “Ayah harap kau tak memberitahukan dahulu kalau ayah sudah sadar.” Ucap Arman pelan.

          “Memangnya kenapa?” ucap Nenek yang pertama kali bersuara.

          “Aku tak ingin jika nanti dia pergi.” Ucap Arman tiba-tiba sedih.

          “Ayah..” ucap Yuda mencoba berbicara.

          “Setidaknya dia akan tahu pada hari pernikahan kalian, ia tak akan pergi bila sudah resmi jadi istrimu bukan.” Ucap Arman “Bahkan bukankah itu hadiah paling berharga yang bisa didapatkannya.” Kembali Arman melanjutkan kalimatnya.

          “Ayah benar itu kado pernikahan terindah untuknya, hal ini akan mengurangi rasa bersalahnya padaku bila ia tahu ayah sudah baik-baik saja.” Ucap Yuda yang setuju dengan pemikiran ayahnya.

          “Jadi mumpung kau berada di sini, apakah kau bersedia mendengarkan permintaan ayah yang lainnya.” Ucap Arman penuh harap.

          “Apapun untuk ayah.” Ucap Yuda yakin.

          “Ayah harap kau tinggal disini bahkan setelah nanti kau menikah dengannya.” Ucap Arman.

          “Arman..” ucap Kakek dan Nenek berbarengan tak percaya keinginan sang anak.

          “Ayah, ibu bukankah lebih baik mereka sering-sering berada didekatku, kami perlu untuk memperbaiki hubungan dan juga menjauhkan kesalahpahaman yang mungkin terjadi untuk kedepannya. Walau bagaimanapun mereka adalah anak dan calon menantuku.” Ucap Arman yakin dengan kata-katanya.

          “Mm… bagaimana menututmu Yud..?” ucap Nenek yang sudah pasrah dengan kemauan anaknya yang tak pernah bisa ia tolak.

          “Yuda akan senang jika kalian tak keberatan.” Ucap Yuda yang bahagia dengan keinginan ayahnya yang sepertinya sangat menerima keputusannya untuk bersama Mawar, bahkan ia rela tinggal satu atap untuk menjalin hubungan yang lebih baik untuk kedepannya.

          “Kalau begitu mulai malam ini kau tinggal disini.” Ucap tegas Arman.

          Keesokan harinya Yuda memutuskan mengambil barang-barangnya yang berada dikostan miliknya, walaupun cukup jauh dari rumah Nenek ketempatnya bekerja, tapi semua hal itu tak melunturkan kebahagian yang dirasakan olehnya saat ini. Yuda tak pernah bermimpi sebelumnya bahwa semua hal ini akan terjadi di kehidupannya.

          Sikap Kakek dan Nenek sudah seperti biasa kembali kepada Yuda, bahkan persiapan pernikahan pun sudah selesai dengan sentuhan dan kemampuan dari Kakek juga Nenek tanpa banyak ikut campur Mawar didalamnya, untuk menghindarkan Mawar mengetahui keadaan Arman yang sesungguhnya. Tak terasa besok adalah hari dilaksanakannya pernikahan itu.

          Hari ini Yuda menyelesaikan pekerjaannya lebih cepat dari biasa setelah iya berhasil mendapatkan cuti bekerja untuk pernikahannya, yang mendapat dukungan penuh dari teman-teman kerjanya kecuali Farhan yang sepertinya belum melupakan kecurigaannya, tapi walaupun bagaimanapu ia merasa keberatan tapi Farhan telah berjanji pada Yuda bahwa ia akan datang dihari penikahan.

          Semua kebahagian ini terjadi karena ayahnya, Yuda harus berterimakasih dan lebih perhatian dengan ayah mulai dari saat ini. Dan disini lah Yuda berada didepan kamar ayah dengan kedua tangan penuh dengan makanan kesukaannya. Yuda hendak membuka pintu sebelum terdengar suara didalamnya yang menghentikannya.

          “Apakah anda yakin dengan keputusan anda tersebut?” ucap seseorang laki-laki yang Yuda sangat tahu bahwa ia adalah dokter muda tinggal tepat disebelah kamarnya sekarang.

          “Sebenarnya aku tak begitu yakin untuk mengatakannya, aku sangat khawatir dia malah tak akan mempercayai apa yang aku katakan.” Ucap Arman pelan terdengar begitu sedih.

          “Apa maksud anda? Ia adalah anak kandung anda bukan?” ucap Dirga tak mengerti bagaimana mungkin ada seorang anak yang tak mempercayai apa yang dikatakan oleh ayahnya sendiri.

          “Tapi wanita itu, begitu cerdas hingga bisa mendapatkan hati mereka.” Ucap Arman sambil menghela nafasnya.

          “Tapi anda harus mengatakan kebenarannya.” Ucap Dirga yang sepertinya menyakinkan ayahnya didalam sana.

          “Biarlah kenyataan ini hanya aku dan kini kau yang tahu.” Ucap Arman sedih.

“Anda akan membiarkan anak anda menikah dengan seseorang yang bahkan menjadi alasan besar ibunya mati?.” Ucap Dirga yang entah mengapa menjadi emosional.

          “Ayah apa maksud ucapannya?” ucap Yuda yang tiba-tiba membuka pintu penghalang keberadaannya.

          “Yud.. sejak kapan kau berada disana?” ucap Arman yang kaget melihat anaknya membuka pintu kamarnya dan bahkan mendengar apa yang baru saja mereka debatkan.

          “Dia ada disana bersama Didi malam itu, dan juga karenanya juga kau kehilangan Bundamu.” Ucap Dirga yang tak ingin menutup mata dalam hal ini.

          “Ayah apa maksud perkataan orang asing ini?” Ucap Yuda yang tak mempercayai apa yang telah di ucapkan oleh mantan sahabat yang telah menghiyanatinya.

          “Mmm Itu..” ucap Arman ragu.

          “Ayah beritahu aku segalanya, mengapa ayah menyembunyikan kebenaran dan mengapa malah memberitahukan segalanya pada orang asing.” Ucap Yuda yang kini berteriak kepada ayahnya sambil menunjuk Dirga.

          “Yuda..” ucapArman mencoba menghentikan amarah pada putra yang kini sudah berada didepannya.

          “Apakah semua itu benar?” ucap Yuda yang kini menunduk untuk menutupi air matanya yang jatuh tanpa bisa ditahannya.

          “Ya.” Ucap Arman singkat.

          “Lalu mengapa ayah membiarkan aku menikah dengannya.” Ucap Yuda setelah beberapa saat mencerna ucapan ayahnya.

          “Ayah tak ingin mengecewakanmu..” ucap Arman mencoba meraih pundak anaknya yang begitu menyedihkan bagi semua ayah didunia ini. “lagi pula ayah berencana membuatnya merasakan sebuah neraka baginya jika kalian telah menikah nanti.” Lanjutnya setelah beberapa saat memeluk anaknya yang menanggis begitu pilu.

          “Maksud ayah.” Ucap Yuda yang tak begitu yakin dengan pendengarannya.

          “Bukankah ayah meminta kalian tinggal disini setelah menikah?” ucap Arman mencoba menjelaskan.

          “A.. ayah.” Ucap Yuda.

          “Aku berencana membalas dendam tanpa perlu kau ikut serta didalamnya, kau harus bahagia biarlah hanya ayah yang membuatnya merasakan akibat dari semua yang diperbuatannya.” Ucap Arman dengan sebuah senyum yang tak pernah Yuda lihat sebelumnya sebuah senyum yang mungkin akan membawamu ke nereka sekarang juga.

          Kenyataan yang baru saja masuk dalam pendengaran Yuda kini terus tergiang dalam kepalanya, seolah kebahagian yang baru saja dirasakannya tak pernah terjadi. Setelah mendengar semua rencana ayahnya yang akan membuat Mawar mendapatkan balasan yang setimpal tanpa membuat mereka terlalu jelas bahwa mereka yang membuat sebuah neraka itu baginya.

          Yuda meminta ijin pergi keluar dengan alasan bahwa ia akan menenangkan diri untuk melakukan perannya untuk esok hari. Setelah sebelumnya Yuda menyetujui akan ikut andil dalam rencana balas dendam tersebut, entahlah nanti ia sangggup atau tidak seatap bahkan satu ranjang dengan seorang pembunuh berdarah dingin seperti Mawar, hal itu berjalan dengan sendirinya.

“Kau membunuhnya?” ucap Yuda satelah memukul stir mobilnya ketika entah sudah berapa lama ia menghentikan kendaraannya.

Setelah tadi cukup lama Yuda berputar-putar menggunakan mobilnya, kini malah ia berada ditempat yang seharusnya hindarinya. Karena di depan sana terdapat sebuah rumah yang selalu Yuda hampiri dengan senang hati selama tiga tahun kebelakang mungkin karena itu juga, tanpa terasa tubuhnya menuntunnya untuk berada disini.

Hari sudah cukup gelap untuk seseorang bertamu, tapi Yuda memutuskan untuk masuk kerumah dalam rumah itu. Mawar begitu kaget dengan kedatangan Yuda yang begitu mendadak, tapi ia masih membiarkan Yuda masuk setelah melihat raut wajah Yuda yang tak biasa. Begitu masuk, Mawar langsung membuatkan secangkir kopi hangat untuk membuatnya merasa lebih baik.

“Kau baik-baik saja? Apa yang terjadi?.” ucap Mawar setelah beberapa saat menunggu Yuda yang tak menyentuh sedikitpun minuman yang tadi dibuatnya.

“Ku rasa aku hanya merasa tertekan untuk menghadapi esok hari.” Ucap Yuda mengeluarkan pendapat yang paling jujur dan juga yang paling aman ia keluarkan saat ini, walau bagaimana pun ia harus mulai terbiasa bersandiwara mulai saat ini.

“Kau yakin hanya karena itu?” ucap Mawar mencoba menggali apa yang membuat Yuda menunjukan wajah yang tak biasa seperti ini, terakhir Mawar melihat wajah Yuda seperti ini adalah ketika ia mencoba menjauh setelah kepergian Didi.

“Apa alasanmu membunuh Bunda? bahkan tahukah kau bahwa orang yang kau bunuh itu, dulu pernah bercerita kepadaku bahwa ia sangat menyayangimu?” Ucap Yuda yang kelepasan berbicara dengan nada yang terdengar begitu rapuh.

Mawar hanya berdiri mematung mendengar semua perkataan Yuda tanpa berniat sedikitpun mengucapkan hal apapun yang mungkin akan membenarkan perbuatannya. Benar atau salah pun memang benar ialah penyebab Bunda Yuda menghembuskan nafas terakhir.

“Tapi untunglah ayah sudah sadar dan mengatakan semua kebenaran ini, kalau tidak kini mungkin aku telah menikahi seorang pembunuh dari Bundaku sendiri.” Ucap Yuda yang tak menyadari telah menangis karena tak dapat menahan dirinya menghadapi kenyataan yang semakin pahit.

Bagaimana mungkin ia sanggup berpura-pura menjalani kehidupan yang bahagia dengan seseorang yang telah membunuh Bundanya. Bagaimana mungkin ia bertindak seperti tak terjadi apa-apa, disaat ia sudah sangat ingin bahwa seseorang yang membuat nyawa Bundanya merasakan hal yang sama dengan apa yang telah diperbuatnya.

“Mengapa kau diam saja?” ucap Yuda sambil melihat kearah pandangan Mawar dalam diamnya.

Dimeja itu terdapat tedapat benda-benda yang akan dikenakannya untuk menghadiri pernikahan kami besok, disana terdapat gaun penggantin dan berbagai pernak Pernik lainnya. Lucu sekali, apakah wanita keji ini masih berhayal akan menjadi istrinya esok hari? Atau kah ia sedang memutar otaknya untuk keluar dalam situasi seperti ini? Tapi tunggu sepertinya ia tak melihat ke arah gaun yang akan dikenakannya esok tapi ia melihat ke arah sebuah pisau tepat di sebelah gaun itu berada.

“Kau menyiapkan segalanya?” Tanya Yuda parau, tapi tetap saja tak ada jawaban dari mulut Mawar dari ujung sana, hanya saja suara nafas yang mulai memberat yang menandakan wanita itu masih berada diruang yang sama dengannya.

“Lucu bukan aku menggetahui segalanya tepat sehari sebelum kita menikah.” ucap Yuda sambil tertawa mencoba menarik perhatian Mawar dalam melancarkan aksinya.

“Aku tak menyangka, ia berani bangun lagi.” Ucap Mawar tiba-tiba dengan nada yang terdengar begitu dingin.

“Akhirnya kau menunjukkan wajah aslimu.” Ucap Yuda seketika menghentikan tawanya mendengar jawaban Mawar.

“…” Mawar hanya berdiri dengan pandangan yang tak lepas dari pisau itu berada.

“Dor…” terdengar suatu suara yang berasal dari sebuah benda yang berada ditangan Yuda, yang sejak tadi bersembunyi dengan rapi didalam pakaian miliknya.

“Kau..” Ucap Mawar yang langsung berbalik menghadap Yuda kaget dengan apa yang telah terjadi.

“Tak menyangka aku memilikinya kan?” ucap Yuda yang tersenyum memamerkan benda yang berada ditangannya, seolah-olah benda itu adalah mainan yang baru yang sangat bagus.

“Bagaimana aku lupa kau adalah seorang polisi.” Ucap mawar yang kembali menampilkan wajah yang biasa.

“Setelah semua pembelaan dan kasih sayang yang telah kuberikan kepadamu, adakah sedikit saja rasa sesal dalam hatimu? Bagaimana mungkin kau tega membuat keluargaku menjadi seperti ini? Tak cukup kah Bunda mati dan keadaan Ayah seperti itu?.” Ucap Yuda  berteriak sambil mengacungkan pistol tepat pada jantung Mawar.

“Ak...” ucap Mawar yang malah mendekat pada Yuda.

“Jangan mendekat atau aku benar-benar akan menembakkannya.” Ucap Yuda sudah dipenuhi emosinya.

“Yud..” ucap Mawar yang malah semakin berani menghampiri Yuda seolah apa yang dikatakan Yuda hanya angin lalu.

“Dor..” Yuda tanpa sengaja menembakkan pistol yang langsung menembus tepat pada jantung Mawar, yang kini mulai mengeluarkan cairan berwarna merah.

“Mawar.” Ucap Yuda yang juga kaget dengan tindakan spontannya, melemparkan pistolnya dan mencoba mendekati Mawar.

“Per…..g…gi… lah… e…da…dan….ter…i…ma…ka…ssih….” ucap Mawar ketika Yuda cukup dekat, dengan pandangan yang penuh akan kekhawatiran diwajahnya.

Yuda begitu bingung apa yang sebaiknya dilakukannya, disatu sisi ia tak tega melihat seseorang yang disayanginya tersegal-segal menahan rasa sakit akibat perbuatannya, sementara disisi lain ia begitu puas bahwa akhirnya ia berhasil membalaskan dendam pada orang yang tepat.

Setelah beberapa saat akhirnya Yuda memutuskan untuk pergi meninggalkan Mawar meregang nyawa sendirian ketika kilatan ingatan tiga belas tahun yang lalu kembali menghampirinya, ingatan tentang bunda yang terkujur kaku membuatnya langsung meninggalkan Mawar secepat yang bisa dilakukannya.

 

 

 

 

“Yud ada yang gawat” ucap Farhan tiba-tiba masuk dalam ruang tunggu untuk pengantin pria.

“Apa yang gawat?” ucap Yuda mencoba membuat wajah yang tak mengerti akan apapun, berpura-pura dalam perannya yang telah menunggu seorang pengantin yang dicintainya yang tak kunjung datang.

“Mawar.” tambahnya.

“Apa yang terjadi padanya?” ucap Yuda.

“Dia menghilang.” Ucap Farhan.

“Apa?” ucap Yuda yang tak percaya dengan pendengarnya bagaimana mungkin mayat bisa berjalan. Padahal ia sudah menyiapkan diri untuk segala kemungkinan yang harus dijalaninya, bahkan seketsa terburuk ia sudah siap untuk mengakui perbuatannya.

“Bagaimana bisa?” lanjutnya yang binggung dengan keadaan yang tak terduga sebelumnya.

“Menurut Rena yang akan menjemputnya tadi pagi, keadaan rumah baik-baik saja, tak seperti ada seseorang yang memaksanya keluar, apalagi seharian kemarin mereka masih bersama.” Ucap Puji yang menyimpulkan perkataan Rena yang tadi menelponnya dengan sangat panik.

“Apakah ia kabur, karena tak ingin menikah?” ucap Farhan kembali dengan sebuah alasan yang ia coba terka-terka tentang apa yang sebenarnya telah terjadi.

“Bodoh mana ada orang yang kabur tepat pada hari pernikahannya” ucap Puji yang menjitak kepala Farhan yang sejak tadi diam saja berada diruang itu bersama Yuda.

“Bisa saja kan, lagi pula ia dibesarkan oleh seseorang yang sering melarikan diri, mungkin hal itu sudah mendarah daging.” ucap Farhan sambil mengangkat kedua pundaknya membuat alasan atas pernyataannya yang konyol.

“Apakah terjadi sesuatu sebelumnya?” ucap Puji setelah beberapa saat mereka terdiam.

“Mengapa nadamu terdengar seperti Yuda membuat sebuah kesalahan disini?” ucap Farhan yang tak terima dengan perkataan Puji.

“Diamlah, aku hanya bertanya saja padanya.” Ucap Puji yang kini lebih menuntut penjelasan Yuda.

“A… aku..” ucap Yuda tak tahu harus mengakui segalanya atau lebih baik pura-pura seperti ia yang ditingal pergi oleh kekasihnya dihari pernikahannya sendiri.

“Astaga, sepertinya kau sangat terpukul” Ucap Farhan sambil merangkul pundak Yuda yang kini terduduk lemas “Dan kau bukannya menghiburnya kenapa malah bertanya yang hal yang aneh-aneh?.” Lanjutnya sambil menunjuk Puji.

“Hah.. Sebaiknya aku pergi saja untuk mengumumkan pembatalkan pernikahan hari ini, daripada aku diam disini meladeni kebodohanmu.” Ucap Puji pada Farhan yang seperti siap akan membalas perkataannya, tapi hal itu tak terjadi karena ia langsung berjalan pergi meninggalkan mereka berdua diruangan itu.

“Sebenarnya aku senang bahwa dia akhirnya sadar diri untuk pergi dari sisimu, tapi sepertinya ini tak adil untukmu yang sepertinya begitu terpukul karena ia menghilang, mmm.. haruskah kita mencarinya?” ucap Farhan yang bertanya dengan ragu.

“Terimakasih.” Ucap Yuda singkat karena masih tak tahu harus bersikap seperti apa saat ini.

Apa yang sebenarnya terjadi disini, apakah mungkin ini maksud dari ucapan terimakasih dari Mawar, bahwa ia akan mati tanpa melibatkan dirinya. Apakah sekarang ia harus bahagia karena sepertinya Mawar telah pergi begitu pula dengan dendam dan hatinya. Apakah ini benar-benar akhir dari cerita hidupnya yang begitu menyakitan sekaligus cerita cintanya yang begitu tragis?.

Segitu dulu buat White Rose Episode 15 ya beeb, mohon maaf kalo masih ada tanda baca atau EYD yang masih belum sesuai, kritik dan sarannya sangat membantu looh buat temenku ini.

Novelet White Rose up setiap hari Sabtu, tapi kalo ada telat-telat dikit harap maklum ya beb hihihi.



You Might Also Like : 




Thank You for Reading and See You on My Next Post, XOXO 🍍

kembanggularoom by demia kamil

8 comments:

  1. Rasanya memang kudu baca dari awal. Agak membingungkan pas baca episode ini.

    Arman yang baru bangun dari tidur panjang. Sementara Yuda yang akan menikahi Mawar yang katanya adalah pembunuh ibunya.

    Pasti seru sekali kalau sudah baca dari awal.

    ReplyDelete
  2. Wih udah episode 15 aja.. Wajib baca episode lainnya nih biar nyambung... Tapi keren loh udah konsisten posting white rose..

    ReplyDelete
  3. Sepertinya aku baru pertama kali melipir ke blog ini kak. Hehe.
    Jadi maafkan kalau belum baca part 1-14 nya. Insyaallah semoga menyusul dibaca.

    Nah, ini part 15 nampaknya batal nikah ya. Hmmm... Menarik

    ReplyDelete
  4. Mawar yang meninggalkan luka di dalam hatinya, di sisi lain Yuda yang.. Ah, lanjutkan terus ceritanya kak, bisa juga nih untuk dituliskan di aplikasi KBM biar banyak yang baca lagi

    ReplyDelete
  5. Baca white rose ini memang sepertinya harus continue ya dan dari awal jadi tahu pasti jalan ceritanya. Btw kok aku kasian ya sama Mawar huhu.

    ReplyDelete
  6. Mukaku pas baca:

    🙂🙁🧐...😟🤪😧

    Jadi penasaran apa motifnya si Mawar dan kemana dia lari. Untuk tulisannya ada beberapa typo tapi nggak banyak, sama peletakan koma ada yg kurang pas jadi bacanya agak canggung. Kalo ada waktu aku mau baca dari episode 1!

    ReplyDelete
  7. Semangat menulis, semoga pembaca suka dan terinspirasi setelah membaca ini 😍😍😍😍

    ReplyDelete
  8. Duh,, semoga Mawarnya gak kenapa-kenapa yaa,, menghilang tepat di hari pernikahannya soalnya,, pasti membingungkan semua orang.

    ReplyDelete

Comment with active link will be automatically removed to make this blog spam-free

Thank You for Comment 💛